TRANSLATE

07 November 2019

LISAN ADALAH SURGA ATAU JURANG NERAKAMU



LISAN KEJI ORANG “SHALIH”

Thaha Husein.
Namanya adalah legenda, Legenda modernisasi dan liberalisasi.
Setidaknya di Mesir.
Meski kemudian efeknya ke mana-mana. Termasuk di Indonesia.

Sepulangnya dari Perancis...
Thaha Husein “menggila” dengan ide-ide barunya. Memporak-porandakan tatanan Islam
di bumi Kinanah, negeri para qurra',
tanah air para fuqaha’ dan ulama,
kampung halaman para mujahidin...


Tapi mungkin tidak banyak yang tahu, Jika Thaha Husein seorang penghafal al-Qur’an.
Matanya buta sejak kecil.
Ia pun dimasukkan ke salah satu “kuttab” untuk kemudian melewati hari-harinya bersama ayat demi ayat al-Qur’an, mengukirnya dalam hafalan yang kukuh.

Hingga akhirnya, Thaha Husein berhasil menuntaskan hafalannya
sebelum usianya menggenapi 10 tahun!

Hingga terjadilah hari itu dalam hidupnya...
Hari di saat ia ikut dalam sebuah musabaqah,
untuk membuktikan kualitas dirinya
sebagai seorang “hafizh”, sebuah gengsi yang diimpikan banyak kaum beriman...

Hingga akhirnya satu “syekh” penguji memanggilnya, Tapi tidak dengan panggilan biasa.
Setidaknya untuk seorang anak buta
yang membaktikan masa kecil untuk Kitabullah.
“Syekh” itu memanggilnya dengan panggilan “Hai Anak buta!”

Begitulah kononnya...

Pendek saja kalimat itu. Tapi sudah cukuplah ia mengubah segalanya.
Panggilan keji dari lisan “orang shalih” itu lebih sembilu di hati Thaha Husein dari apapun.

Sejak hari itu, Thaha bergolak penuh benci pada semua yang beraroma “al-Azhar”! (meskipun ia sempat belajar di al-Azhar).

Ia benci pada ulama. Pada apapun yang beraroma “agama”.

Benar sekali..., Cukup dengan “Hai Anak buta!”,
“Syekh yang shalih” itu telah melahirkan Seorang Thaha Husein yang kita kenal hari ini. Seorang pemikir yang tersimpang jalan, yang mendorong wanita Mesir menanggalkan hijabnya, yang menginspirasi lahirnya liberalis-liberalis baru, yang buku-bukunya menjadi rujukan para Zindiq,
yang kebijakannya saat menjadi menteri pendidikan Mesir “meruntuhkan” nilai-nilai Islam di banyak lininya...


Lisan sungguh tak bertulang.
Lisanmu adalah jejak surgamu,
atau jurang nerakamu...

Betapa kita, orang-orang yang merasa shalih “hanya” karena tekun merangkai sujud demi sujud, “hanya” karena tekun merapal tasbih dan dzikir, “hanya” karena janggut bertumbuh dan hijab terjulur,
Seringkali tak tertahankan nafsu jiwa untuk menyemat gelar-gelar tak patut pada selain kita atau cap-cap busuk pada yang kita anggap pendosa...

Susah benar hamba yang katanya “penuntut ilmu” ini untuk berhalus-lembut pada sesama kaum mukminin. Untuk menimbang kata sebelum terucap.

Kita tak pernah tahu –wal ‘iyadzu billah-:
Mungkin ada satu kata kita dahulu
yang akan melahirkan “Thaha Husein” baru...
Kata yang tak pernah kita timbang
dengan timbangan akhirat yang abadi.


Wahai para ustadz-ustadzah...
Wahai para ayah-bunda...
Wahai para guru...
Wahai engkau yang bercakap di hadapan​ kamera.
Wahai engkau yang menoreh kata di latar maya...
Timbang-timbanglah dengan jiwa,
agar kata yang tercurah hanya membawa bahagia untuk jejak-jejak akhiratmu di sana...

Bukan sekedar kata yang puaskan nafsu bicara dan amarah kebencian.
Sebab jika kata-katamu hanya untuk itu maka hanya sesal sahajalah yang kau tuai di hari akhiratmu...

Ustadz Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc, MA

Warning hati-hati utk para guru ,asatidz dan orangtua atau siapapun yang diamanahi penuntut-penuntut ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SHOLAT ADALAH TOLAK UKUR SEMUA AMAL